Financial Services Authority of Indonesia

11/03/2023 | Press release | Distributed by Public on 11/03/2023 00:48

Siaran Pers Bersama: Stabilitas Sistem Keuangan Tetap Terjaga di Tengah Meningkatnya Ketidakpastian Global

​SIARAN PERS BERSAMA

STABILITAS SISTEM KEUANGAN TETAP TERJAGA DI TENGAH MENINGKATNYA KETIDAKPASTIAN GLOBAL

Nomor: 04/KSSK/Pers/2023

Jakarta, 3 November 2023​

  • Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan III - 2023 tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global. Perkembangan ini didukung oleh kondisi perekonomian dan sistem keuangan domestik yang resilien serta koordinasi dan sinergi KSSK yang terus diperkuat. Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Rapat Berkala KSSK IV - 2023 pada Senin (30/10) berkomitmen untuk melanjutkan penguatan koordinasi dan sinergi, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan risiko global ke depan, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
  • Pertumbuhan ekonomi global melambat dengan ketidakpastian yang meningkat tinggi, disertai divergensi pertumbuhan antar negara yang semakin melebar. IMF memprakirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 mencapai 3,0% dan melambat menjadi 2,9% pada 2024. Ekonomi Amerika Serikat (AS) pada 2023 masih tumbuh kuat terutama ditopang konsumsi rumah tangga dan sektor jasa, sedangkan Tiongkok melambat dipengaruhi pelemahan konsumsi dan krisis di sektor properti. Tekanan inflasi diprakirakan masih tinggi dipicu oleh kenaikan harga energi dan pangan akibat eskalasi konflik geopolitik, fragmentasi ekonomi, serta fenomena El Nino. Untuk mengendalikan inflasi, suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR) diprakirakan masih tetap berada pada level yang tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama (higher for longer). Kenaikan suku bunga global diprakirakan akan diikuti dengan kenaikan yield obligasi tenor jangka panjang negara maju, khususnya obligasi pemerintah AS akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan Pemerintah dan premi risiko jangka panjang (term-premia). Perkembangan tersebut memicu aliran keluar modal asing dari Emerging Markets ke negara maju dan mendorong penguatan signifikan dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia.
  • Perekonomian Indonesia diprakirakan tetap tumbuh baik dan berdaya tahan. Konsumsi swasta diprakirakan masih tumbuh kuat sejalan dengan keyakinan konsumen yang masih tinggi, terkendalinya inflasi, dan aktivitas terkait penyelenggaraan Pemilu. Percepatan belanja negara terkait penyelenggaraan Pemilu serta penguatan peran APBN sebagai shock absorber diharapkan dapat mendorong konsumsi Pemerintah serta menjaga daya beli masarakat. Investasi bangunan dan non-bangunan memasuki tren peningkatan seiring dengan progress penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN). Pada sisi lain, sebagaimana dialami oleh banyak negara, aktivitas ekspor mengalami penurunan sejalan dengan pelemahan ekonomi global. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi nasional ke depan diprakirakan masih tetap kuat. Pertumbuhan ekonomi tahun 2023 diprakirakan berada di level 5,1%.
  • Penguatan dolar AS secara signifikan mendorong pelemahan berbagai mata uang negara lain, termasuk nilai tukar Rupiah. Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) pada 27 Oktober 2023 berada di level 106,56 atau menguat 2,93% ytd. Peningkatan Indeks DXY memberikan tekanan depresiasi terhadap mata uang utama, seperti Yen Jepang dan Dolar Australia yang melemah masing-masing 12,61% dan 6,72% ytd, serta depresiasi mata uang kawasan, seperti Ringgit Malaysia dan Baht Thailand masing-masing 7,82% dan 4,39% ytd. Sementara itu, dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh BI, depresiasi nilai tukar Rupiah relatif lebih baik, yakni 2,34% ytd. Ke depan, langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dan mendukung upaya pengendalian imported inflation. Selain itu, upaya-upaya lainnya juga terus diperkuat untuk meningkatkan mekanisme pasar dalam manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri, serta meningkatkan dan memperluas koordinasi dalam rangka implementasi instrumen penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023. Penguatan harmonisasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor keuangan juga akan terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas bauran kebijakan makro baik dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan maupun untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi.
  • Inflasi terkendali dalam kisaran sasaran. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober 2023 tercatat rendah (2,56% yoy) didukung oleh inflasi inti dan kelompok administered prices yang terjaga, di tengah peningkatan inflasi kelompok volatile food sebagai dampak kenaikan harga beras. Inflasi yang terjaga merupakan hasil nyata dari konsistensi kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap dalam kisaran sasaran, kebijakan pemerintah sebagai shock absorber gejolak global, serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah. Ke depan, bauran kebijakan moneter dan sinergi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) terus diperkuat guna mengantisipasi berbagai risiko tekanan inflasi untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024.
  • Kinerja APBN sampai dengan triwulan III - 2023 terjaga positif. Pendapatan negara masih tumbuh positif, walaupun mulai menunjukkan tren perlambatan seiring dengan moderasi harga komoditas dan perlambatan pertumbuhan global, sehingga perlu diwaspadai dan diantisipasi. Kinerja belanja negara tetap ekspansif untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi, mendukung berbagai agenda pembangunan, dan melindungi daya beli masyarakat. Kinerja fiskal terjaga baik dengan surplus keseimbangan primer sebesar Rp389,7 triliun dan surplus anggaran sebesar Rp67,7 triliun atau 0,32% PDB. Selain itu, rasio utang terhadap PDB hingga triwulan III terjaga di level 37,95%.
  • Pendapatan negara melambat namun masih tumbuh positif 3,1% dengan realisasi mencapai Rp2.035,6 triliun atau 82,6% dari target APBN. Penerimaan Perpajakan mencapai Rp1.583,3 triliun (78,3% dari target APBN) atau tumbuh 2,6% yoy terutama ditopang oleh PPh Non Migas (tumbuh 6,7% yoy) dan PPN Dalam Negeri (tumbuh 6,4% yoy). Secara sektoral, kinerja penerimaan perpajakan ini ditopang oleh penerimaan dari sektor pertambangan, jasa keuangan dan asuransi, serta transportasi dan pergudangan. Kinerja penerimaan perpajakan ini terutama dipengaruhi oleh penguatan pemulihan aktivitas ekonomi di tengah moderasi harga komoditas.
  • Realisasi PNBP mencapai Rp451,5 triliun (102,3% dari target) atau tumbuh 4,6% yoy, ditopang oleh PNBP SDA Non Migas yang tumbuh 52,3% yoy dan PNBP KND yang tumbuh 74,2% yoy di tengah harga komoditas yang termoderasi. Pertumbuhan pada PNBP SDA dipengaruhi oleh tarif iuran produksi/royalti, sedangkan pertumbuhan PNBP KND dipengaruhi oleh setoran dividen BUMN khususnya dari sektor perbankan.
  • Realisasi belanja negara sampai dengan triwulan III - 2023 mencapai Rp1.967,9 triliun (64,3% dari pagu APBN), terdiri dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat yang mencapai Rp1.396,9 triliun (62,2% dari pagu APBN) atau tumbuh 2,6% yoy dan Transfer ke Daerah mencapai Rp571,0 triliun atau 70,1% dari pagu APBN. Realisasi belanja tersebut ditujukan untuk belanja yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat melalui program perlindungan sosial (PKH, Sembako, PIP, KIP Kuliah, Bantuan Ternak, subsidi dan kompensasi energi, subsidi perumahan), dukungan bagi petani dan UMKM, pendidikan, pembangunan infrastruktur, dan mendukung pelaksanaan agenda pembangunan seperti penurunan stunting, penghapusan kemiskinan ekstrem, penguatan SDM, dukungan pelaksanaan Pemilu, pembangunan IKN, dan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN).
  • Realisasi pembiayaan anggaran sampai dengan triwulan III - 2023 mencapai Rp162,99 triliun (27,25% terhadap Pagu), didorong strategi pembiayaan anggaran yang prudent, produktif, dan efisien. Realisasi pembiayaan utang (neto) mencapai Rp198,9 triliun (28,6% terhadap pagu). Adapun realisasi pembiayaan investasi (neto) mencapai Rp35,9 triliun yang dimanfaatkan untuk mendukung proyek strategis, peningkatan kualitas SDM, dan penyehatan BUMN. Sampai dengan akhir September 2023, rasio utang terhadap PDB mencapai 37,95%. Dampak dinamika pasar keuangan global terhadap pasar SBN terus diantisipasi dan dimitigasi.
  • Kementerian Keuangan terus mendorong kinerja perekonomian nasional melalui dukungan untuk UMKM dan industri dalam negeri melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman yang telah direvisi dengan PMK nomor 111 Tahun 2023. PMK ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan aturan yang jelas terkait ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman. Dalam rangka mendorong pengendalian inflasi, Pemerintah memberikan insentif fiskal bagi pemerintah daerah yang berhasil menekan inflasi dan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayahnya. Hal ini diwujudkan dengan menerbitkan PMK Nomor 67 tahun 2023 tentang Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan pada Tahun Anggaran 2023.
  • Pemerintah akan terus mendorong peran APBN untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global, perlambatan ekonomi Tiongkok dan risiko El Nino. Pemerintah akan melakukan penebalan bantuan sosial, percepatan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan penguatan sektor perumahan. Di pasar SBN, Pemerintah akan terus mencermati dinamika pasar SBN akibat tekanan global serta senantiasa mengantisipasi dan menyiapkan mitigasinya dengan baik, termasuk melalui sinergi kebijakan dengan Bank Indonesia.
  • BI terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan moneter terus diarahkan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sementara kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pengembangan pasar uang dan pasar valas, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau, tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (pro-growth).
  • Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, BI terus memperkuat kebijakan moneter untuk memitigasi dampak gejolak ekonomi global terhadap stabiltas nilai Rupiah. Setelah mempertahankan Bank Indonesia 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap sebesar 5,75% selama triwulan III - 2023, BI pada RDG bulan Oktober 2023 menaikkan BI7DRR sebesar 25 bps menjadi 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75%. Kenaikan ini untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak meningkatnya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor (imported inflation), sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran. Kebijakan suku bunga tersebut didukung oleh penguatan stabilisasi nilai Rupiah melalui: (i) intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder; (ii) penguatan strategi operasi moneter untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan penerbitan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) serta Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market untuk pendalaman pasar keuangan dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri; serta (iii) penguatan koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk implementasi penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
  • BI memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) kepada sektor-sektor prioritas, termasuk hilirisasi (minerba, pertanian, perkebunan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), dan pariwisata dan ekonomi kreatif, UMKM, KUR, Mikro, dan hijau bagi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS) yang mulai berlaku pada 1 Oktober 2023. Kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan diperkuat lebih lanjut dengan:
  1. mempertahankan (a) Rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0% dan (b) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%;

  2. melanjutkan pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis properti (rumah tapak, rumah susun, dan ruko/rukan) bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF tertentu, berlaku efektif 1 Januari s.d. 31 Desember 2024;

  3. melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraan bermotor baru, untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, berlaku efektif 1 Januari s.d. 31 Desember 2024;

  4. melonggarkan likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 6% menjadi 5% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 5%; dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 4,5% menjadi 3,5% untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5%. Penurunan ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan dan mendorong pendalaman pasar keuangan, berlaku mulai 1 Desember 2023; serta

  5. memperkuat pendalaman kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi.

  • BI terus memperkuat kebijakan sistem pembayaran dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran terus ditingkatkan untuk efisiensi transaksi serta perluasan inklusi dan ekosistem EKD, antara lain melalui implementasi kebijakan QRIS TUNTAS (Tarik Tunai, Transfer, Setor Tunai), perluasan kerja sama dan implementasi QRIS Antarnegara, serta perluasan akseptasi penggunaan Kartu Kredit Indonesia (KKI) Segmen Pemerintah melalui program edukasi dan sosialisasi yang lebih intensif dengan daya jangkau yang lebih luas. Keandalan sistem pembayaran akan terus ditingkatkan untuk menjamin stabilitas transaksi perekonomian.
  • BI juga terus mengarahkan seluruh kebijakan pendukung untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. BI memperkuat kerja sama internasional dan memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait, serta memperkuat sinergi dengan K/L terkait untuk menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023 khususnya melalui jalur keuangan dan diseminasi deliverable ASEAN. BI terus bersinergi secara erat dengan Pemerintah, perbankan, dan institusi lainnya untuk melanjutkan dukungan pengembangan UMKM serta Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi Indonesia. BI juga melanjutkan pendalaman pasar uang dan valas, berkoordinasi dengan pemangku kebijakan lainnya, dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah. Kebijakan tersebut diperkuat dengan perluasan instrumen lindung nilai dan perluasan kerja sama dengan sejumlah bank sentral untuk penggunaan Local Currency Transaction (LCT) dalam perdagangan, investasi, pasar keuangan, dan perbankan, serta transaksi pembayaran antarnegara, dengan dukungan Satuan Tugas Nasional LCT.
  • Upaya menjaga stabilitas makrekonomi dan pertumbuhan ekonomi dari dampak rambatan tingginya ketidakpastian global diperkuat dengan koordinasi kebijakan BI dan kebijakan fiskal Pemerintah yang terus ditingkatkan. Koordinasi pengendalian inflasi dalam TPIP dan TPID juga diperkuat melalui GNPIP di berbagai daerah, demikian pula koordinasi dalam akselerasi digitalisasi sistem pembayaran melalui Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD).
  • Sektor perbankan mampu menunjukkan resiliensi dengan permodalan yang tinggi dan kinerja intermediasi yang tetap positif. Permodalan perbankan tetap solid ditinjau dari Capital Adequacy Ratio (CAR) industri Perbankan yang tinggi sebesar 27,41%. Fungsi intermediasi perbankan berjalan dengan baik dalam menopang perekonomian, baik dari sisi pembiayaan (perkreditan) maupun dalam penghimpunan dana. Pada September 2023, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 8,96% yoy (prev: 9,06% yoy) menjadi Rp6.837,30 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 11,19% yoy. Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2023 meningkat sebesar 6,54% yoy (prev: 6,24% yoy) atau menjadi sebesar Rp8.147,17 triliun, dengan kontribusi terbesar dari Giro yang tumbuh sebesar 9,84% yoy.
  • Likuiditas industri perbankan pada September 2023 dalam level yang memadai dengan risiko kredit yang terjaga. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) berada pada 115,37% (prev: 118,50%) dan 25,83% (prev: 26,49%), masih jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50% dan 10%. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77% (prev: 0,79%) dan NPL gross sebesar 2,43% (prev: 2,50%). Pemulihan ekonomi yang terus berlanjut di sektor riil mendorong penurunan kredit restrukturisasi Covid-19 di September 2023 sebesar Rp9,17 triliun menjadi Rp316,98 triliun (prev: Rp326,15 triliun), dengan jumlah nasabah yang menurun menjadi 1,32 juta nasabah (prev: 1,46 juta nasabah).
  • Meningkatnya volatilitas dan persepsi risiko di pasar keuangan global berpengaruh terhadap kinerja pasar modal domestik, namun penghimpunan dana melalui pasar modal tetap positif. Kinerja IHSG hingga 27 Oktober 2023 tercatat melemah sebesar 1,34% ytd. Investor nonresiden mencatatkan outflow di pasar saham sebesar Rp11,61 triliun ytd. Sementara itu, tren pertumbuhan jumlah investor pasar modal terus berlanjut yang mencapai 11,86 juta investor. Penghimpunan dana korporasi melalui pasar modal masih melanjutkan tren positif, dengan nilai penghimpunan dana per 27 Oktober 2023 tercatat sebesar Rp204,14 triliun, termasuk oleh 68 emiten baru. Pencapaian ini telah melampaui target emisi penghimpunan dana di pasar modal tahun 2023, yakni sebesar Rp200 triliun.
  • Pada sektor Industri Keuangan Non-Bank, industri asuransi dan dana pensiun menunjukkan kinerja yang positif. Secara umum permodalan di industri asuransi terjaga, dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) yang di atas threshold masing-masing sebesar 451,23% dan 308,97%. Sementara itu, dana pensiun juga tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 6,85% yoy dengan nilai aset sebesar Rp360,62 triliun.
  • Pada perusahaan pembiayaan, pertumbuhan piutang pembiayaan masih di level yang tinggi dengan profil risiko yang terkendali. Piutang pembiayaan tumbuh sebesar 15,42% yoy pada September 2023, didukung pembiayaan modal kerja dan multiguna yang masing-masing tumbuh sebesar 26,46% yoy dan 13,79% yoy. Profil risiko perusahaan pembiayaan terjaga dengan rasio non-performing financing (NPF) net tercatat sebesar 0,68% dan NPF gross sebesar 2,59%. Gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,23 kali, jauh di bawah batas maksimum 10 kali. Sementara itu, pada fintech peer to peer (P2P) lending, pertumbuhan outstanding pembiayaan di September 2023 meningkat menjadi 14,28% yoy (prev: 12,46%), dengan nominal sebesar Rp55,70 triliun (prev: Rp53,12 triliun) dan penyaluran kepada pelaku UMKM sebesar Rp20,37 triliun (36,54% dari total pembiayaan P2P). Adapun tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) turun menjadi 2,82%.
  • OJK terus mendorong perluasan jangkauan program literasi dan edukasi keuangan melalui pelaksanaan kegiatan secara online maupun offline yang diharapkan dapat menjangkau masyarakat di seluruh Indonesia. Pada bulan Oktober 2023 ini, dalam rangka menyemarakkan Bulan Inklusi Keuangan yang rutin diselenggarakan setiap tahun, OJK bersama seluruh stakeholder Kementerian/Lembaga terkait, SRO, Asosiasi, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan e-commerce telah menyelenggarakan lebih dari 130 program penguatan literasi dan inklusi keuangan di seluruh Indonesia. Selanjutnya, dari sisi pelindungan konsumen, hingga 20 Oktober 2023, OJK telah menerima 247.546 permintaan layanan, termasuk 18.010 pengaduan, 88 pengaduan berindikasi pelanggaran, dan 1.824 sengketa yang masuk ke dalam Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).
  • Sejak diterbitkannya POJK Nomor 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, antusiasme atas pengembangan inovasi di sektor jasa keuangan sangat tinggi, di mana terdapat 458 proposal permohonan pencatatan sebagai penyelenggara ITSK yang masuk ke OJK dalam rangka Regulatory Sandbox. Sampai dengan Oktober 2023, terdapat 99 penyelenggara ITSK yang tercatat untuk mengikuti Regulatory Sandbox yang terbagi dalam 14 klaster model bisnis. Adapun 3 klaster model bisnis dengan jumlah penyelenggara terbanyak adalah Agregator (29 Penyelenggara ITSK), Innovative Credit Scoring (17 Penyelenggara ITSK), dan Transaction Authentication (8 Penyelenggara ITSK).
  • Merespons perkembangan terkini di pasar keuangan global, OJK terus mencermati dampak volatilitas pasar dan kenaikan signifikan yield surat utang terhadap pasar modal dan lembaga jasa keuangan domestik. Dalam rangka menjaga ketahanan dan stabilitas SJK pada saat terjadinya fluktuasi di pasar keuangan, LJK juga diharapkan untuk terus memonitor perkembangan portofolio investasi yang dimilikinya.
  • OJK terus melanjutkan upaya penguatan SJK dan infrastruktur pasar, di antaranya melalui penyempurnaan penerapan tata kelola bagi bank umum (yang telah tertuang dalam POJK Nomor 17 Tahun 2023) dengan dukungan manajemen risiko dan kepatuhan yang terintegrasi, serta berkoordinasi dengan perbankan, aparat penegak hukum, dan PPATK untuk memblokir rekening-rekening yang digunakan dalam aktivitas ilegal, termasuk investasi ilegal dan pinjol ilegal.
  • Dalam kerangka akselerasi dekarbonisasi ekonomi, OJK pada 26 September 2023 meluncurkan Bursa Karbon dan mengimplementasikan perdagangan perdana Unit Karbon. Selain itu dalam kerangka keuangan berkelanjutan, OJK juga mengembangkan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) berlandaskan keberlanjutan, dan mendukung komitmen ASEAN Capital Market Forum (ACMF) dalam merealisasikan roadmap pasar modal berkelanjutan di ASEAN. OJK saat ini juga sedang melakukan pengkinian Taksonomi Hijau Indonesia menjadi Taksonomi Berkelanjutan Indonesia, yang bertujuan untuk mendukung pemenuhan target Nationally DeterminedContribution Indonesia serta menindaklanjuti berbagai perkembangan inisiatif di tingkat nasional dan global mengenai transisi energi.
  • Selanjutnya, OJK meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Perasuransian Indonesia 2023-2027 "Restoring Confidence through Industrial Reform", sebagai pedoman penyusunan strategi pengembangan dan penguatan industri perasuransian. OJK juga menerbitkan serangkaian kebijakan untuk mengembangkan inovasi keuangan digital dan meningkatkan fungsi Regulatory Sandbox, serta menerbitkan ketentuan turunan dari UU P2SK yang berkaitan dengan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) dan aset keuangan digital, termasuk aset kripto. Koordinasi dengan Bappebti juga terus dilanjutkan terkait peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, sebagaimana diatur dalam UU P2SK. Sesuai amanat UU P2SK, OJK saat ini sedang dalam proses penyusunan beberapa peraturan mengenai: (i) penyelenggaraan kegiatan usaha Bulion untuk memberikan pedoman penyelenggaraan kegiatan usaha Bulion; (ii) ketentuan terkait penguatan dan pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan (iii) penyempurnaan ketentuan mengenai produk dan pemasaran asuransi seiring dengan penyesuaian perkembangan teknologi informasi.
  • Dari penjaminan simpanan, jumlah rekening nasabah Bank Umum yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS pada bulan September 2023 sebanyak 99,94% dari total rekening atau setara 534.774.042 rekening. Pada September 2023, LPS mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) periode 1 Oktober 2023 hingga 31 Januari 2024 masing-masing sebesar 4,25% untuk simpanan Rupiah dan 2,25% untuk simpanan valuta asing di Bank Umum, serta 6,75% untuk simpanan Rupiah di Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan prospek pemulihan ekonomi, perkembangan pasar keuangan, dan kinerja perbankan. TBP tersebut ditujukan pula untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dan mendukung kinerja intermediasi perbankan; memberikan ruang lanjutan bagi perbankan dalam pengelolaan likuiditas dan suku bunga simpanan; dan menjaga stabilitas sistem keuangan serta mengantisipasi risiko ketidakpastian global. LPS secara berkelanjutan akan terus melakukan asesmen dan evaluasi terhadap TBP agar tetap sejalan dengan perkembangan kondisi perekonomian dan perbankan. LPS menetapkan berakhirnya relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi mulai periode I tahun 2024, sehingga pembayaran premi penjaminan periode II tahun 2023 yaitu periode 1 Juli - 31 Desember 2023 merupakan periode relaksasi denda premi yang terakhir. Terkait hal tersebut, Bank peserta penjaminan dihimbau dapat mempersiapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan pembayaran premi dapat dilakukan dalam batas waktu sesuai dengan ketentuan.
  • Dari sisi penjaminan dan resolusi, kebijakan LPS akan tetap diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan termasuk dalam menjaga SSK. Salah satu upaya yang dilakukan LPS untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat tersebut yaitu melalui percepatan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah bank yang ditangani oleh LPS. Dalam konteks turut serta menjaga SSK, LPS terus memonitor kecukupan cakupan penjaminan simpanan, memastikan efektivitas mekanisme early involvement, melakukan koordinasi dengan anggota KSSK dalam resolusi, serta terus meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap tugas dan fungsi LPS.
  • KSSK berkomitmen terus meningkatkan sinergi dalam mengantisipasi meningkatnya ketidakpastian global terutama potensi rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik, termasuk memperkuat coordinatedpolicy response dan kewaspadaan untuk memitigasi berbagai risiko bagi perekonomian dan SSK.
  • Dengan telah diundangkannya UU P2SK, Pemerintah, BI, OJK, dan LPS berkomitmen menyelesaikan perumusan peraturan pelaksanaan amanat UU P2SK secara kredibel dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku industri keuangan dan masyarakat.
  • KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan Januari 2024.


Untuk informasi lebih lanjut:

[email protected]